Esposin, SURABAYA - PT Pertamina Patra Niaga yang merupakan Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian berkala untuk harga BBM non-subsidi yaitu Pertamax Series dan Dex Series yang berlaku mulai 1 September 2024.
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari menyatakan harga BBM non-subsidi akan terus disesuaikan mengikuti tren harga rata-rata publikasi minyak yakni Mean of Platts Singapore (MOPS) atau Argus dan mempertimbangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
Promosi UMKM Binaan BRI, Minimizu Bawa Keunikan Dekorasi Alam ke Pameran Kriyanusa 2024
“Bisa tetap, bisa naik dan bahkan bisa turun, tergantung tren harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah. September ini, semua harga BBM Nonsubsidi Pertamina mengalami penurunan harga" katanya di Surabaya, Jawa Timur, Minggu.
Di Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara untuk Pertamax Turbo (RON 98) terdapat penyesuaian harga menjadi Rp14.475, Pertamax Green (RON 95) menjadi Rp13.650, dan Pertamax (RON 92) menjadi Rp12.950.
Sedangkan untuk Dexlite (CN 51) terdapat penyesuaian harga menjadi Rp14.050 dan Pertamina Dex (CN 53) harganya menjadi Rp14.550 per liter.
Tidak hanya turun harga, Pertamina Patra Niaga juga memberikan banyak promo dan loyalty program di aplikasi MyPertamina yang membuat pembelian BBM lebih murah lagi.
Area Manager Comm, Rel & CSR Jatimbalinus Ahad Rahedi memastikan bahwa pada setiap penyesuaian harga BBM non subsidi yang dilakukan oleh Pertamina sudah merupakan harga yang paling murah dibandingkan kompetitor.
“Mumpung ada penurunan harga silakan masyarakat bisa menambah volume pengisian lebih dari biasanya,” ujar Minggu.
Untuk informasi lengkap mengenai seluruh harga produk Pertamina terbaru, masyarakat dapat mengakses https://pertaminapatraniaga.com/page/harga-terbaru-bbm atau dapat langsung menghubungi Pertamina Call Center (PCC) 135.
Di sisi lain, Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia mengapresiasi Pertamina yang mulai menurunkan harga bahan bakar minyak non-subsidi Pertamax Series dan Dex Series mulai 1 September 2024.
"Para pemilik Pertashop sangat bersyukur dengan adanya penurunan harga ini, semoga omset penjualan Pertamax di Pertashop akan kembali meningkat," kata Ketua Umum HPMPI Steven lewat pesan elektronik diterima di Bengkulu, Minggu seperti dilansir Antaranews.
Menurut Steven dengan kebijakan penurunan harga Pertamax tersebut Pertashop dapat menjual BBM non-subsidi lebih bersaing, apalagi dengan para penjual eceran Pertalite yang marak di daerah-daerah.
"Kami bersyukur ada perhatian lebih dari Pertamina menyangkut penentuan harga Pertamax ini. Ada perbedaan harga Pertamax dan Dexlite antara SPBU dan Pertashop. Dan sekarang disparitas harga Pertamax dengan Pertalite semakin mengecil," kata dia.
Disparitas harga yang semakin menyempit itu tentunya dapat mengalihkan perhatian konsumen dalam mendapatkan BBM. Konsumen akan lebih mempertimbangkan BBM kualitas RON lebih baik dengan harga terjangkau, daripada harus membeli BBM subsidi yang dijual pengecer ilegal namun harga tak jauh berbeda dibanding Pertamax yang dijual di Pertashop sebagai penyalur resmi.
Harga Pertalite yang dijual pengecer ilegal biasanya, berkisar pada Rp12.000-13.000 per liter. Dan saat ini, menurut Steven per 1 September 2024 Pertamax mengalami penurunan harga, di SPBU turun Rp750 per liter, yang semula 14.300, menjadi 13.550 yang tentunya harga tersebut tidak jauh berbeda dari BBM yang dijual pengecer ilegal.
Sedangkan di Pertashop lanjut dia, malah BBM jenis Pertamax bisa didapat murah lagi karena turun harga Rp850 per liter, dari semula Rp14.100, menjadi Rp13.250 per liter.
"Di pertashop lebih murah Rp300 per liter [selisih harga antara SPBU dan Pertashop per 10 Agustus 2024 lalu hanya 200 per liter, sekarang menjadi selisih lebih murah Rp300], ini agar bisa bersaing dengan eceran-eceran yang marak di wilayah pelosok," ujarnya.
Dengan semakin sempitnya disparitas harga Pertamax dengan Pertalite, hal itu juga menjadi langkah efektif menekan atau menutup celah penjualan BBM oleh pengecer-pengecer ilegal.
BBM yang dijual eceran ilegal tentunya tidak bisa terjamin kualitas kemurnian dan ketepatan jumlah takarannya, dan hal tersebut dapat merugikan masyarakat sebagai konsumen.