Esposin, SOLO--Kebijakan buka tutup keran impor yang dilakukan pemerintah akhir-akhir ini membuat gerah para pelaku usaha. Adanya kebijakan ini dianggap membuat ketidakpastian dunia usaha.
Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, menyebut banyak pihak yang mempertanyakan dan menyayangkan adanya kebijakan tersebut.
Promosi BRI Dampingi Petani Jeruk Semboro di Jember Terapkan Pertanian Berkelanjutan
Padahal menurutnya, jika suatu barang sudah bisa diproduksi di dalam negeri, maka sejatinya tidak perlu mengimpor barang yang sama.
"Dengan adanya kebijakan buka tutup ini membuat ketidakpastian berusaha. Baik investor asing maupun dalam negeri bahkan bisa mematikan industri dalam negeri yang saat ini bersusah payah pada tahap recovery setelah terkena imbas pandemi Covid-19 yang lalu," terang Abdul dalam keterangan resmi, pada Jumat (31/5/2024).
Abdul menjelaskan sebaiknya pemerintah bisa menjaga kondisi tetap kondusif. Apalagi sekarang pemerintah tengah gencar meningkatkan investasi dan mendorong ekspor.
Diketahui, pemerintah merevisi Pemendag Nomor 36 Tahun 2023 dengan menerbitkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Permendag 36/2023 mengatur tentang larangan pembatasan (lartas) barang impor.
Namun pembatasan impor dinilai memberatkan beberapa kelompok pelaku usaha. Sementara Permendag 8/2024 tidak lagi mensyaratkan pertimbangan teknis (pertek) dari terkait kebijakan impor.
Abdul menilai tujuan dari peraturan tersebut adalah untuk melindungi industri dalam negeri dan melindungi investasi di Indonesia.
Persaingan Ketat Antarnegara
Namun pada Jumat (17/5/2024), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengumumkan penghapusan persyaratan pertek untuk sejumlah barang. Seperti elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, tas, dan katup.
Aturan itu langsung berlaku. Alasan revisi tersebut karena terjadi penumpukan barang sebanyak 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan 9.111 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Dengan adanya Pemendag No. 8/2024, dianggap penumpukan barang harus bisa diselesaikan dalam waktu lima hari. Menurut Abdul, adanya kebijakan tersebut tentu tidak sejalan dengan kondisi saat ini.
"Kami masih dihadapkan pada ketidakpastian akibat kondisi geopolitik, adanya persaingan yang ketat antarnegara dalam menarik investor dan hal-hal lainnya. Jika hal ini terus terjadi maka investor lebih memilih berinvestasi di India atau Vietnam yang ramah terhadap investasi. Untuk industri dalam negeri, pemerintah hendaknya melakukan perlindungan sehingga bisa maju dan berkembang," ujarnya.
Pemerintah, sambung dia, hendaknya tidak goyah dengan tekanan-tekanan dari para importir. Pemerintah seharusnya mempertahankan peraturan yang sudah baik.
Abdul menyebut Permendag No. 8/2024 tidak melindungi industri dalam negeri. Untuk sejumlah barang yang sudah diproduksi di dalam negeri agar ada pengetatan impor dengan menambahkan syarat pertek dalam melakukan impor.
Dengan adanya pengetatan impor menunjukkan pemerintah lebih mengutamakan produk dalam negeri dan melindungi tenaga kerja Indonesia.
Sayangnya, kebijakan tersebut dicabut lagi untuk produk-produk yang justru merupakan hasil industri yang menyerap tenaga kerja yang besar dan sebagian bahkan diproduksi oleh industri berskala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan rumahan.
Adanya kebijakan baru ini membuat sebagian besar pelaku usaha dalam negeri merasa dirugikan.
Pengaturan impor pada prinsipnya ditujukan untuk menahan laju impor barang-barang sejenis, khususnya produk jadi yang dapat diproduksi di dalam negeri guna melindungi industri dalam negeri. Maka, pendapatan para pekerja dapat diamankan dan juga menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK).
Bahan Baku dan Bahan Penolong
Ihwal bahan baku dan bahan penolong yang dibutuhkan industri dalam negeri, pihaknya meminta agar lebih dipermudah. Terutama untuk bahan baku dan bahan penolong yang tidak diproduksi dalam negeri baik spesifikasi, standar kualitas dan juga kemampuan daya pasoknya sehingga perlu didatangkan dari luar negeri.
Untuk impor bahan baku dan bahan penolong yang supplier telah ditentukan pembeli dari luar negeri, ini pun harus dipermudah, karena pembeli memiliki kriteria tertentu.
Khusus bahan baku dan bahan penolong yang dimungkinkan dapat diproduksi didalam negari tapi belum ada dan atau kurang.
"Maka pemerintah bisa mengundang investor asing untuk mendirikan industrinya di sini. Sedangkan untuk yang tidak layak dari segi keekonomiannya maka jangan dipaksakan," tambah Abdul.
Menurutnya pmerintah juga perlu mendorong industri dalam negeri agar bisa lebih mampu dan bersaing. Oleh sebab itu, program subtitusi impor yang tengah dilakukan pemerintah menjadi efektif dan tepat guna, khususnya untuk bahan baku dan bahan penolong yang telah diproduksi di dalam negeri, namun belum masuk kriteria atau kualifikai pembeli luar negeri dari segi spesifikasi, standar kualitas, variasi dan juga daya pasoknya,
Ihwal adanya penumpukan kontainer, agar tidak mengambinghitamkan peraturan yang ada, Abdul menilai perlu dilakukan kajian lebih mendalam. Oleh sebab itu, dapat diketahui akar permasalahannya dan kejadian serupa tidak terulang lagi.